-::Secebis hikmah yang terselit....PART I::-

Bismillahirahmanirrahim…..

Dengan namamu ya ALLAH..ampunkanlah segala dosa-dosaku yang lalu, yang hari ini serta yang akan datang.

Alhamdulillahirabbil`alamin…setelah lima minggu saya tidak sempat menghantar apa-apa entry dan hari ini DIA memberikan keizinanNYA untuk saya mengeluarkan segala isi minda yang membuak-buak. Tidak tahu ingin bermula dari mana untuk mengungkap segala pengalaman selama berada di “Surgery and Emergency department” kerana terlalu banyak rasanya ingin dikongsi.

KEPENATAN DAN “KETAKUTAN” YANG TAK BERHENTI

“Hidayah, pergi “ampra”kan infus set, abocath, RL, spoit 10 cc, catheter set, urine bag! Skarang!”

Saya terkejut dengan arahan yang diberikan oleh doktor pada hari pertama di unit gawat darurat (UGD/emergency room). Istilah “ampra” pun saya tidak tahu. Saya jadi kaku sebentar di situ. Tidak tahu ingin bermula dari mana. Doktor sibuk memeriksa “airway” patient yang berlumuran darah. Ingin bertanya senior…tapi masing-masing dengan dunia sendiri menghadapi patient yang tak berhenti-henti. Hari pertama itu, semua patient masuk dengan kemalangan yang parah. “Hidayah! Segera pergi “ampra” alat di apotek (farmasi)!!” jerkah seorang senior. Saya berlari ke apotek UGD tanpa mengetahui apa yang harus dilakukan. Sampai di sana saya cuba menyebut ulang istilah “ampra” dan alat2 yang disebut doktor tadi. Akhirnya, baru saya mengerti apa maksudnya dari istilah “ampra” - ambil alat dengan segera tanpa menunggu bayaran dari keluarga patient. Sampai di UGD, doktor merampas alat-alat dari tangan saya dengan sentapan yang keras. Terkejut saya untuk kali keduanya. Dalam hati…dunia apakah ini??.

Semua student wajib menerima patient dan memegang satu patient. Tidak tahu angin nasib apakah hari itu. Saya mendapatkan patient yang masuk dengan kesedaran menurun (GCS 5) dan pendarahan di dalam kepala yang hebat akibat kemalangan. Hari pertama masuk dengan pengalaman yang sangat kurang, saya disuruh memegang patient yang seperti itu cukup membuatkan mata yang mengantuk menjadi celik dan jantung sentiasa berdegup kencang. Masalah yang paling besar apabila saya mengingatkan bahawa semua kondisi patient menjadi tanggungjawab saya. Dari masuknya ubat sampailah perbaikan atau drop nya patient. Istilah “kematian” membuatkan saya menjadi lebih berhati-hati dalam merawat patient.

Saya tidak sedar jam tangan sudah menunjukkan jam 12 tengah malam yang mana juga menandakan satu hari sudah berlalu. Badan terasa sakit seluruhnya. Masih ada 1 minggu 6 hari harus saya lalui untuk menyelesaikan station pertama ini di emergency n surgery department. Hari pertama itu, saya dijadualkan untuk tidur 12-3 pagi. Kekuatan dimohon dariNYA untuk menghadapi hari-hari besok supaya lebih kuat dan bersabar dengan apa yang di lalui. Hari pertama saya merasakan seperti orang yang sangat kaku. Tidak tahu apa yang dilakukan. Semuanya tidak kena. Ambil alat salah, tidak fokus dalam mendengar arahan dan sering dimarahi. Namun, itulah jalan yang harus saya tempuhi untuk menjadi seorang yang lebih cekap dalam menghadapi patient yang nyawa-nyawa ikan. Kalau terlambat satu minit, maka tanggungjawab di tangan kami. Na`uzubillah….

BELAJAR DENGAN TEKANAN

“Pagi dokter, saya mau melapor. Saya koas(clinical student) bedah umum yang ditugaskan stase di sini”

Saya memulakan dengan ayat yang paling baik pada hari pertama saya ditugaskan di hospital luar daerah pada minggu ke dua setelah keluar dari UGD. Harapan pertama saya memulakan ayat dengan baik supaya first impression doktor pada saya adalah baik. Tapi…harapan tinggal harapan. Muka serius Dr. Syafari pada hari pertama itu masih tersarang di benak saya sampai hari ini. Saya langsung menerima arahan dengan serius.

“Yuk….cepat! ikut saya…kita pergi lihat semua pasien yang di bangsal (ward)”..tidak sempat saya mengambil stethoscope dan alat-alat yang lain, doktor berjalan tanpa menunggu. Berlari saya mengejar doktor. “Kau ini….lama sekali!!!” tiba-tiba saya diherdik disebabkan kelambatan saya dalam berjalan. Saya diam seribu bahasa. Rasanya..takdelah terlalu lambat saya berjalan. Boleh dikirakan sempatlah saya mengejar dia. Tapi..saya tetap diherdik. Fuh..rasa peluh meniti-nitik.

“Petang ni kita GV (ganti verban/balutan luka) semua pasien”…saya menerima arahan. Pengalaman yang sangat sedikit sewaktu di UGD kerana minggu kedua sudah langsung dihantar ke hospital luar daerah, membuatkan saya agak lama dalam mengganti balutan-balutan luka tersebut. Seharusnya, saya dihantar ke luar daerah minggu ke tiga. Memandangkan sedikit student yang station di department ini minggu itu membuatkan saya dan beberapa kawan yang lain di hantar ke luar pada minggu kedua. Sekali lagi saya dimarahi. “Kau ini hidayah….berat sekali….mati pasienmu kalau begini!!!!”. Cara saya memotong pembalut pun dimarahi kerana salah. Cara saya membuka balutan juga salah. Dalam hati……`gunting dan buka pembalut pun ada caranya ke. Ingatkan main bukak dan gunting je’…saya merungut sendiri.

Hari ketiga di sana..saya masih dimarahi. Tapi…hati saya menjadi membuak-buak ingin mebuktikan yang saya tetap boleh. Tercabar rasanya selalu dimarahi kerana perkara-perkara yang remeh. Kali ini..saya memberanikan diri bersuara. “Doc, ajar dulu saya doc. Saya tidak tahu kerana baru minggu kedua. Jangan ki`(kamu) marah-marah. Kalau diajar, pasti tahu”…saya memeberanikan diri bersuara. Akhirnya..saya terlihat senyuman di muka doctor syafari. “Sebenarnya dik…saya sementara mengajar kamu ini dik. Tapi dengan cara mendesak terus. Supaya kamu tidak lama dalam melakukan tindakan. Saya ingin menguatkan mentalmu. Lihat, hari ini kau sudah bisa ganti verban dengan cepat.” saya tersentak mendengar kata-kata doktor. Waktu istirehat petang itu..saya berdiri di anjung hospital yang menghadap laut itu dan berfikir sendiri. Benar apa yang dikatakan doktor sebentar tadi…bebanding hari pertama..saya merasakan yang saya sudah cekap memegang alat dan berjalan dengan lebih cepat.

Banyak operation yang saya harus ikut selama saya di hospital itu. Tangan ini menjadi merah kerana sering diketuk oleh doktor dengan alat-alat kerana ada saja kesalahan yang saya lakukan.

Masuk hari ke empat..doktor Syafari sudah memberi keprcayaannya pada saya untuk mengganti pembalut luka patient tanpa ditemani. Saya juga dibenarkan untuk assist dalam operation dengan specialist walaupun still kena ketuk tangan kerana melakukan kesalahan…huhu. Syukur Alhamdulillah…saya sudah mulai menyesuaikan diri dengan keadaan. Cara jahit yang sebelum ni salah sudah menjad semakin baik dari hari ke hari akibat setiap hari diketuk tangan oleh doktor.

Hari terakhir di sana membuatkan hati saya sedih bila Dr. Syafari mengungkapkan kata-katanya “Adik, saya minta maaf ya kalau sering memarahi kamu. Soalnya di bedah dik..semuanya keras. Saya juga belajar dari situ dik. Kau harus kuat untuk menjadi seorang dokter. Tidak ada istilah menangis di sini. Saya ingin membina mentalmu karena saya takut sekali waktu pertama kau melapor ke saya..saya memikirkan cara terbaik untuk megajarmu karena kayaknya kau sangat lembut. Iya..rata-rata anak Malaysia semuanya lembut.” Saya tersenyum dan dia menyambung lagi. “Saya mau kau tangkas dalam melakukan kerjamu sebagai dokter. Karena pasienmu mengharapkanmu”…hati saya menjadi semakin sebak.

Special thanks to Dr. Syafari as my resident at the hospital and for my operator..Dr Ibrahim Labeda (Specialist in Surgical) yang selalu mengetuk tangan saya ini.huhu….

Walaupun hari-hari selama 3 minggu pertama di emergency room dan hospital luar daerah dipenuhi dengan kepenatan dan tekanan…namun..saya mengutip secebis hikmah dari situ yang mana dari seorang yang senang menangis, menjadi semakin tegar sebab hari-hari dimarahi. Dari seorang yang lambat dalam menangani sesuatu, menjadi cekap dalam segala hal..insyaALLAH. Dari yang jalan boleh dikira cepat menjadi lebih cepat (tapi bukanlah sampai tahap pecut…huhu). Dari yang selalu lupa menjadi lebih bertawakkal dalam sesuatu hal kerana mengingatkan nyawa patient…insyaALLAH..moga istiqamah!...ameen.

To be continue………..part II